• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 19 November 2016

Tari Gambyong - Jateng

Seputar Tarian

 Gambyong merupakan salah satu bentuk tarian Jawa klasik yang berasal-mula dari wilayah Surakarta dan biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau menyambut tamu. Gambyong bukanlah satu tarian saja melainkan terdiri dari bermacam-macam koreografi, yang paling dikenal adalah Tari Gambyong Pareanom (dengan beberapa variasi) dan Tari Gambyong Pangkur (dengan beberapa variasi). Meskipun banyak macamnya, tarian ini memiliki dasar gerakan yang sama, yaitu gerakan tarian tayub/tlèdhèk. Pada dasarnya, gambyong dicipta untuk penari tunggal, namun sekarang lebih sering dibawakan oleh beberapa penari dengan menambahkan unsur blocking panggung sehingga melibatkan garis dan gerak yang serba besar

Filosofis Tarian 

Serat Centhini, kitab yang ditulis pada masa pemerintahan Pakubuwana IV (1788-1820) dan Pakubuwana V (1820-1823), telah menyebut adanya gambyong sebagai tarian tlèdhèk. Selanjutnya, salah seorang penata tari pada masa pemerintaha Pakubuwana IX (1861-1893) bernama K.R.M.T. Wreksadiningrat menggarap tarian rakyat ini agar pantas dipertunjukkan di kalangan para bangsawan atau priyayi. Tarian rakyat yang telah diperhalus ini menjadi populer dan menurut Nyi Bei Mardusari, seniwati yang juga selir Sri Mangkunegara VII (1916-1944), gambyong biasa ditampilkan pada masa itu di hadapan para tamu di lingkungan Istana Mangkunegaran.
Perubahan penting terjadi ketika pada tahun 1950, Nyi Bei Mintoraras, seorang pelatih tari dari Istana Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VIII, membuat versi gambyong yang "dibakukan", yang dikenal sebagai Gambyong Pareanom. Koreografi ini dipertunjukkan pertama kali pada upacara pernikahan Gusti Nurul, saudara perempuan MN VIII, di tahun 1951. Tarian ini disukai oleh masyarakat sehingga memunculkan versi-versi lain yang dikembangkan untuk konsumsi masyarakat luas.

Tata Gerak 

 Secara umum, Tari Gambyong terdiri atas tiga bagian, yaitu: awal, isi, dan akhir atau dalam istilah tari Jawa gaya Surakarta disebut dengan istilah maju beksan, beksan, dan mundur beksan.
Yang menjadi pusat dari keseluruhan tarian ini terletak pada gerak kaki, lengan, tubuh, dan juga kepala. Gerakan kepala dan juga tangan yang terkonsep adalah ciri khas utama tari Gambyong. Selain itu pandangan mata selalu mengiringi atau mengikuti setiap gerak tangan dengan cara memandang arah jari-jari tangan juga merupakan hal yang sangat dominan. Selain itu gerakan kaki yang begitu harmonis seirama membuat tarian gambyong indah dilihat

Ciri Khusus Tarian Gambyong
  •  Pakaian yang digunakan bernuansa warna kuning dan warna hijau sebagai simbol kemakmuran dan kesuburan.
  • Sebelum tarian dimulai, selalu dibuka dengan gendhing Pangkur.
  • Teknik gerak, irama iringan tari dan pola kendhangan mampu menampilkan karakter tari yang luwes, kenes, kewes, dan tregel.
 Hasil gambar untuk tentang tari gambyong                  Hasil gambar untuk tentang tari gambyong      

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Gambyong
Share:

Tari Gandrung - Banyuwangi

Seputar Tarian

 Kata ""Gandrung"" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat

 Filosofis Tarian

 Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen.[1]. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali.Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju"
Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).

 Hasil gambar untuk tari gandrung                  Hasil gambar untuk tari gandrung     

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Gandrung_Banyuwangi

 
Share:

Tari Kipas - Sulawesi Selatan

Seputar Tarian

 Tari Kipas Pakarena adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Gowa, Sulawesi Selatan. Tarian ini dibawakan oleh para penari wanita dengan berbusana adat dan menari dengan gerakannya yang khas serta memainkan kipas sebagai atribut menarinya. Tari Kipas Pakarena merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan, terutama di daerah Gowa. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara yang bersifat adat maupun hiburan, bahkan Tari Kipas Pakarena ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Gowa.

Filosofis Tarian 

 
Menurut sejarahnya, Tari Kipas Pakarena ini merupakan salah satu tarian peninggalan Kerajaan Gowa di daerah Gowa, Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa ini dulunya pernah berjaya di sulawesi bagian selatan sampai berabad-abad. Sehingga kebudayaan yang ada pada saat itu sangat mempengaruhi corak budaya masyarakat Gowa saat ini, salah satunya adalah Tari Kipas Pakarena. Nama Tari Kipas Pakarena ini dambil dari kata “karena” yang berarti “main”. Sehingga tarian ini juga dapat diartikan sebagi tarian yang memainkan kipas. Tarian ini kemudian diwariska turun temurun hingga menjadi suatu tradisi yang masih dipertahankan hingga sekarang.
Asal usul dari Tari Kipas Pakarena ini masih belum bisa diketahui secara pasti. Namun menurut mitos masyarakat disana, tarian ini berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (khayangan) dan pengguni lino (bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum mereka berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana menjalani hidup seperti bercocok tanam, beternak, dan berburu pada penghuni lino. Ajaran tersebut mereka berikan melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Gerakan tersebut kemudian dipakai penghuni lino sebagai ritual adat mereka

Fungsi Tarian 

 Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Tari Kipas Pakarena ini biasanya ditampilkan sebagai hiburan maupun bagian dari upacara adat. Bagi masyarakat Gowa, tarian ini memiliki nilai yang sangat penting dan makna khusus di dalamnya. Salah satunya adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas kebahagiaan yang mereka dapatkan, hal tersebut mereka ungkapkan lewat setiap gerakan para penari. Selain itu tarian ini juga menggambarkan ekspresi kelembutan, kesantunan, kesucian dan penuh kasih dari para wanita, hal tersebut bisa dilihat dari gerakan para penari yang lemah lembut.

 Hasil gambar untuk tari kipas sulawesi selatan                              Hasil gambar untuk tari kipas sulawesi selatan            

Sumber : https://www.google.com/search?q=tari+baksa+kembang&biw=1024&bih=489&source=lnms&sa=X&ved=0ahUKEwi41vyivbbQAhVEtI8KHbYnAgEQ_AUIBSgA&dpr=1#q=tari+kipas+sulawesi+selatan
Share:

Tari Baksa Kembang - Kalimantan Selatan

 Tentang Tari Baksa Kembang
 
Tari Baksa Kembang berasal dari daerah Banjar, Kalimantan Selatan sebagai tarian untuk menyambut tamu. Tari ini biasanya ditarikan oleh wanita, baik  tunggal dan dapat juga ditarikan  oleh beberapa penari wanita. Awal mulanya sekira abad 15 sebelum masehi, seorang pangeran bernama Suria Wangsa Gangga di kerajaan Dipa dan Daha di pulau Kalimantan mempunyai seorang kekasih bernama putri Kuripan. Satu peristiwa di waktu yang lain adalah saat putri Kuripan memberikan setangkai bunga teratai merah kepada pangeran. Peristiwa itu merupakan cikal bakal lahir tarian Baksa Kembang di Banjar provinsi Kalimantan Selatan.
Menurut Yurliani Johansyah, pakar tari klasik Banjar. Tari Baksa Kembang ada sejak sebelum pemerintahan Sultan Suriansyah raja pertama Kerajaan Banjar. Tarian ini diciptakan satu masa dengan tari Baksa lainnya, Baksa Dadap, Baksa Lilin, Baksa Panah dan Baksa Tameng pada zaman Hindu sebelum Islam datang.
Tarian Baksa Kembang adalah Tarian untuk menyambut tamu-tamu kehormatan atau kerabat-kerabat kerajaan. Tarian ini juga dilakukan oleh masyarakat umum dalam acara-acara pernikahan atau acara-acara adat. Awalnya tarian ini adalah tarian yang berada di lingkungan kerajaan. Pada satu waktu, kerajaan membuka akses kerajaan bagi masyarakat sehingga kebudayaan di kerajaan terbawa sampai masyarakat umum. Saat ini, tarian Baksa Kembang masih dipakai acara-acara untuk menyambut tamu-tamu yang dihormati meskipun masih banyak penari-penari tari Baksa Kembang belum memahami arti dan nilai Tarian Baksa Kembang. Baksa memiliki arti kelembutan. Tarian Baksa kembang adalah bentuk kelembutan tuan rumah dalam menyambut tamu yang dihormati. Sambutan tersebut dilakukan dengan cara Penari tari Baksa Kembang memberikan rangkaian bunga kepada tamu yang dihormati. Nilai-nilai tersebut merupakan transformasi dari cinta sepasang kekasih pangeran Suria Wangsa Gangga dengan putri Kuripan.   
Penari tari Baksa Kembang mesti ganjil. Selain itu, rangkaian bunga yang diberikan kepada tamu kehormatan merupakan rangkaian bunga perpaduan dari bunga mawar dan melati yang disebut oleh masyarakat setempat kembang Bogam.
 Hasil gambar untuk tari baksa kembang                Hasil gambar untuk tari baksa kembang           

sumber :http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/880/tari-baksa-kembang
Share:

Tari Jaipong - Jabar

Jaipongan terlahir melalui proses kreatif dari tangan dingin H Suanda sekitar tahun 1976 di Karawang, jaipongan merupakan garapan yang menggabungkan beberapa elemen seni tradisi karawang seperti pencak silat, wayang golek, topeng banjet, ketuk tilu dan lain-lain. Jaipongan di karawang pesat pertumbuhannya di mulai tahun 1976, di tandai dengan munculnya rekaman jaipongan SUANDA GROUP dengan instrument sederhana yang terdiri dari gendang, ketuk, kecrek, goong, rebab dan sinden atau juru kawih. Dengan media kaset rekaman tanpa label tersebut (indie label) jaipongan mulai didistribusikan secara swadaya oleh H Suanda di wilayah karawang dan sekitarnya. Tak disangka Jaipongan mendapat sambutan hangat, selanjutnya jaipongan menjadi sarana hiburan masyarakat karawang dan mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari segenap masyarakat karawang dan menjadi fenomena baru dalam ruang seni budaya karawang, khususnya seni pertunjukan hiburan rakyat. Posisi Jaipongan pada saat itu menjadi seni pertunjukan hiburan alternative dari seni tradisi yang sudah tumbuh dan berkembang lebih dulu di karawang seperti penca silat, topeng banjet, ketuk tilu, tarling dan wayang golek. Keberadaan jaipong memberikan warna dan corak yang baru dan berbeda dalam bentuk pengkemasannya, mulai dari penataan pada komposisi musikalnya hingga dalam bentuk komposisi tariannya.
Mungkin di antara kita hanya tahu asal tari jaipong dari Bandung ataupun malah belum mengetahui dari mana asalnya. Dikutip dari ucapan kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ( Disbudpar ) Karawang, Acep Jamhuri “Jaipong itu asli Karawang. Lahir sejak tahun 1979 yang berasal dari tepak Topeng. Kemudian dibawa ke Bandung oleh seniman di sana, Gugum Gumilar. Akhirnya dikemas dengan membuat rekaman. Seniman-seniman Karawang dibawa bersama Suwanda. Ketika sukses, yang bagus malah Bandung. Karawang hanya dikenal gendangnya atau nayaga (pemain musik). Makanya sekarang kami di Disbudpar akan mencoba menggali kembali seni tari Jaipong bahwa ini seni yang sesungguhnya berasal dari Karawang”. Tari ini dibawa ke kota Bandung oleh Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk mengembangkan tarian asal karawang dikota bandung yang menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaan Priangan misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
 Hasil gambar untuk tarian jawa barat jaipong                          Hasil gambar untuk tarian jawa barat jaipong       

sumber :https://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan
Share:

Tari Saman - Aceh

 Seputar tarian

 Tari Saman adalah sebuah tarian Suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian saman mempergunakan Bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara 

Filosofis tarian 
 
Tari Saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (dakwah). Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.
Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton.
Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan berkesinambungan, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara grup tamu dengan grup sepangkalan (dua grup). Penilaian dititik beratkan pada kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.

 Hasil gambar untuk sejarah tarian saman aceh        Hasil gambar untuk sejarah tarian saman aceh                         


sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Saman
Share:

Tari Bedhaya Ketawang - Jateng


Seputar Tarian

 Tari Bedhaya Ketawang (Bahasa Jawa: Tari Bedhoyo Ketawang) adalah sebuah tarian kebesaran yang hanya dipertunjukkan ketika penobatan serta Tingalandalem Jumenengan Sunan Surakarta (upacara peringatan kenaikan tahta raja). Nama Bedhaya Ketawang sendiri berasal dari kata bedhaya yang berarti penari wanita di istana.[1][2] Sedangkan ketawang berarti langit, identik dengan sesuatu yang tinggi, keluhuran, dan kemuliaan.[1] Tari Bedhaya Ketawang menjadi tarian sakral yang suci karena menyangkut Ketuhanan, dimana segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak Tuhan Yang Maha Esa.[1]

Filosofis Tarian 
 

Ada beberapa legenda yang mengungkapkan pembentukan tarian ini.[2] Suatu ketika, Sultan Agung Hanyakrakusuma yang memerintah Kesultanan Mataram dari tahun 1613-1645, sedang melakukan laku ritual semadi.[3] Konon, dalam keheningan sang raja mendengar suara tetembangan (senandung) dari arah tawang atau langit.[3] Sultan Agung merasa terkesima dengan senandung tersebut.[3] Begitu selesai bertapa, Sultan Agung memanggil empat orang pengiringnya yaitu Panembahan Purbaya, Kyai Panjang Mas, Pangeran Karang Gayam II, dan Tumenggung Alap-Alap.[3] Sultan Agung mengutarakan kesaksian batinnya pada mereka.[3] Karena terilhami oleh pengalaman gaib yang ia alami, Sultan Agung sendiri menciptakan sebuah tarian yang kemudian diberi nama Bedhaya Ketawang.[3] Menurut versi yang lain, dikisahkan pula bahwa dalam pertapaanya, Panembahan Senapati bertemu dan bercinta dengan Ratu Kencanasari atau yang dikenal juga dengan sebutan Kangjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal tarian ini.[2]
Setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Pakubuwana III bersama Hamengkubuwana I melakukan pembagian harta warisan Kesultanan Mataram, yang sebagian menjadi milik Kasunanan Surakarta dan sebagian lainnya menjadi milik Kesultanan Yogyakarta. Pada akhirnya Tari Bedhaya Ketawang menjadi milik istana Surakarta, dan dalam perkembangannya sampai sekarang ini Tari Bedhaya Ketawang masih tetap dipertunjukkan saat penobatan dan upacara peringatan kenaikan tahta Sunan Surakarta.

Fungsi dan Makna Filosofis di Dalamnya 

Bedhaya Ketawang merupakan suatu tarian yang berfungsi bukan hanya sebagai hiburan, karena tarian ini hanya ditarikan untuk sesuatu yang khusus dan dalam suasana yang sangat resmi. Tari Bedhaya Ketawang menggambarkan hubungan asmara Kangjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Mataram. Semuanya diwujudkan dalam gerak-gerik tangan serta seluruh bagian tubuh, cara memegang sondher dan lain sebagainya. Semua kata-kata yang tercantum dalam tembang (lagu) yang mengiringi tarian, menunjukkan gambaran curahan asmara Kangjeng Ratu Kidul kepada sang raja.
Menurut kepercayaan masyarakat, setiap Tari Bedhaya Ketawang ini dipertunjukkan maka dipercaya Kangjeng Ratu Kidul akan hadir dalam upacara dan ikut menari sebagai penari ke sepuluh. Tari Bedhaya Ketawang ini dibawakan oleh sembilan penari. Dalam mitologi Jawa, sembilan penari Bedhaya Ketawang menggambarkan sembilan arah mata angin yang dikuasai oleh sembilan dewa yang disebut dengan Nawasanga. Versi lain menyebutkan bahwa jumlah penari yang sembilan orang merupakan lambang dari Sembilan Wali atau Wali Songo. Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh penarinya. Syarat utama adalah penarinya harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari tetap diperbolehkan menari dengan syarat harus meminta izin kepada Kangjeng Ratu Kidul dengan dilakukannya caos dhahar di Panggung Sangga Buwana, Keraton Surakarta. Syarat selanjutnya yaitu suci secara batiniah. Hal ini dilakukan dengan cara berpuasa selama beberapa hari menjelang pergelaran.[2] Kesucian para penari benar-benar diperhatikan karena konon kabarnya Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari yang gerakannya masih salah pada saat latihan berlangsung.

Hasil gambar untuk asal tarian bedhaya                       Hasil gambar untuk asal tarian bedhaya           

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Bedaya_ketawang
Share:

Tentang Tari Pendet-Bali

 Seputar Tarian
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi (? - 1967).
Filosofis Tarian 
 Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis.[butuh rujukan]
Tarian ini diajarkan sekadar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Tata Gerak
 Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.[butuh rujukan]

 Hasil gambar untuk seputar dan pengertian lengkap tari pendet

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Pendet
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.

musik player

JOIN THE TEAM

Popular Posts

Popular Posts

Recent Posts

Flag Counter

Unordered List

Flag Counter

Pages

Theme Support

Love Valentine's Day Pumping Heart